RANTING NU DEWA
Tasamuh, Tawasuth, Tawazun, serta I'tidal
Monday, July 23, 2012
KEDAMAIAN CIREBON: AJARAN TASAWUF SYAIKH ‘ABD AL-QADIR AL-JAILANI M...
KEDAMAIAN CIREBON: AJARAN TASAWUF SYAIKH ‘ABD AL-QADIR AL-JAILANI M...: AJARAN TASAWUF SYAIKH ‘ABD AL-QADIR AL-JAILANI MASIH SANGAT BARPENGARUH DI INDONESIA H. Ainul Gani, S. Ag., SH., M. Ag. (36 tahu...
rozie21.blogspot.com: @ MEMAHAMI DIRI @
rozie21.blogspot.com: @ MEMAHAMI DIRI @: Sedikit kau pahami ungkapanku Pendekan ucapmu sungguh telah kujelaskan panjang lebar Lalu ada rahasia tersamar dari lainya Demi ...
Friday, July 6, 2012
Tuesday, July 3, 2012
PROFILE
Bagian [1]
Ustadz Fakhroe Rozie adalah figure yang sudah tidak asing lagi di Wanakaya. Tak berlebihan, kalau dikatakan bahwa Ustadz Fakhroe Rozie adalah salah satu perintis sekaligus lokomotif berdirinya Jamiyyah yang ada di Desa Wanakaya
Ustadz Fakhroe Rozie adalah figure yang sudah tidak asing lagi di Wanakaya. Tak berlebihan, kalau dikatakan bahwa Ustadz Fakhroe Rozie adalah salah satu perintis sekaligus lokomotif berdirinya Jamiyyah yang ada di Desa Wanakaya
Bagi masyarakat Wanakaya sendiri, adanya Jamiyyah yang – notabene
merupakan gabungan dari beberapa pengurus, remaja mushalla- sangat
dibutuhkan, karena melihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan dapat
mengubah iklim bagi masyarakat itu sendiri
Aktivis yang Dinamis
Aktivis yang Dinamis
Lahir dan dibesarkan di Wanakaya 34 tahun yang lalu, Ustadz Fakhroe
Rozie memulai pendidikan agamanya di Pesantren Bale Rante, Palimanan.
Dengan bekal ilmu yang diperolehnya, beliau pun mulai babad alas dengan
merintis dakwahnya melalui mushalla. Dengan kiprah serta pemikirannya,
tak dapat dipungkiri, mushalla yang beliau bina pun berkembang, dan tak
jarang, ustadz kita ini sering kali mengorbankan financial demi kemajuan
dakwahnya.
Dengan kiprahnya, beliau dipercaya untuk menempati posisi sebagai Remaja
Masjid. Beliau juga aktif dalam berbagai kepengurusan, mulai dari yang
formal maupun non formal, mulai dari pengurus mushalla sampai ke tingkat
pemerintahan desa pun ia jamah. Kang Ozie, demikian panggilan akrabnya,
sekarang di percaya untuk mengemban amanat sebagai DANSATKORYON Gunung
jati [ Komandan Banser].
.
Bagi masyarakat Wanakaya sendiri,
adanya Jamiyyah yang – notabene merupakan gabungan dari beberapa pengurus,
remaja mushalla- sangat dibutuhkan, karena melihat dari berbagai kegiatan yang
dilakukan dapat mengubah iklim bagi masyarakat itu sendiri
Aktivis yang Dinamis
Aktivis yang Dinamis
Lahir dan dibesarkan di Wanakaya 34
tahun yang lalu, Ustadz Fakhroe Rozie memulai pendidikan agamanya di Pesantren
Bale Rante, Palimanan. Dengan bekal ilmu yang diperolehnya, beliau pun mulai
babad alas dengan merintis dakwahnya melalui mushalla. Dengan kiprah serta
pemikirannya, tak dapat dipungkiri, mushalla yang beliau bina pun berkembang,
dan tak jarang, ustadz kita ini sering kali mengorbankan financial demi
kemajuan dakwahnya.
Dengan kiprahnya, beliau dipercaya
untuk menempati posisi sebagai Remaja Masjid. Beliau juga aktif dalam berbagai
kepengurusan, mulai dari yang formal maupun non formal, mulai dari pengurus
mushalla sampai ke tingkat pemerintahan desa pun ia jamah. Kang Ozie, demikian
panggilan akrabnya, sekarang di percaya untuk mengemban amanat sebagai
DANSATKORYON Gunung jati [ Komandan Banser].
TELAAH
Islam sama
sekali tak bisa dilepaskan dari sosok Baginda Nabi SAW. Beliau adalah insan
yang menerima wahyu dari Allah SWT untuk memberikan pencerahan kepada umat
manusia dengan agama yang sempurna ini. Tiada sosok yang patut diagungkan di
muka bumi melebihi Baginda Nabi SAW. Segenap keindahan fisik dan budi pekerti
terdapat dalam figur Baginda Rasulullah SAW. Mencintai Baginda Nabi SAW adalah
bagian dari mencintai Allah SWT. Beliau bersaba:
مَنْ أَحَبَّنِي فَقَدْ أَحَبَّ اللهَ وَمَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ
أَطاَعَ اللهَ
“Barangsiapa
mencintaiku, maka ia benar-benar telah mencintai Allah SWT. Barangsiapa
menaatiku, maka ia benar-benar telah taat kepada Allah SWT.”
Cinta haruslah
disertai dengan penghormatan dan pengagungan. Oleh sebab itu Allah SWT
memerintahkan manusia agar mengagungkan sosok Baginda Nabi SAW. Allah SWT
berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (8)
لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
“Sesungguhnya kami
mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama)Nya dan mengagungkan Rasul-Nya.”
Cinta para sahabat
kepada Baginda Rasul SAW adalah cinta yang patut diteladani. Dalam
hadits-hadits disebutkan bagaimana para sahabat saling berebut bekas air wudhu
Baginda Nabi SAW. Meski hanya tetesan air, namun air itu telah menyentuh jasad
makhluk yang paling dekat dengan Sang Pencipta. Karena itulah mereka begitu
memuliakannya dan mengharap berkah yang terpendam di dalamnya. Ketika Baginda
Nabi SAW mencukur rambut, para sahabat senantiasa mengerumuni beliau. Mereka
ingin mendapatkan potongan rambut beliau meski sehelai. Dengan rambut itu
mereka hendak mengenang dan mengharap berkah Nabi SAW. Demikianlah rasa cinta
para sahabat kepada Baginda Nabi SAW.
Primitif
Apa yang berlaku saat
ini di Bumi Haramain adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan kaidah cinta.
Di sana orang-orang Wahabi mengaku mencintai Baginda Nabi SAW, akan tetapi
mereka sama sekali tidak menghormati beliau SAW. Mereka bahkan melecehkan
beliau dan melakukan perbuatan yang teramat tidak pantas kepada sosok sebesar
beliau. Bayangkan saja, rumah yang ditempati beliau selama 28 tahun, yang semestinya
dimuliakan, mereka ratakan dengan tanah kemudian mereka bangun di atasnya
toilet umum. Sungguh keterlaluan!
Fakta ini belakangan
terkuak lewat video wawancara yang tersebar di Youtube. Adalah Dr. Sami bin
Muhsin Angawi, seorang ahli purbakala, yang mengungkapkan fakta itu. Dalam
video berdurasi 8:23 menit itu, ia mengungkapkan bahwa ia telah melakukan
penelitian selama bertahun-tahun untuk mencari situs rumah Baginda Nabi SAW.
Setelah berhasil, ia menyerahkan hasil penelitiannya kepada pihak yang berwenang.
Respon pihak berwenang
Arab Saudi ternyata jauh dari perkiraan pakar yang mengantongi gelar Doktor
arsitektur di London itu. Bukannya dijaga untuk dijadikan aset purbakala, situs
temuannya malah mereka hancurkan. Ketika ditanya oleh pewawancara mengenai
bangunan apa yang didirikan di atas lahan bersejarah itu, Sami Angawi terdiam
dan tak mampu berkata-kata. Si pewawancara terus mendesaknya hingga akhirnya ia
mengakui bahwa bangunan yang didirikan kelompok Wahabi di atas bekas rumah
Baginda Nabi SAW adalah WC umum. Sami Angawi merasakan penyesalan yang sangat
mendalam lantaran penelitiannya selama bertahun-tahun berakhir sia-sia. Ia
kemudian mengungkapkan harapannya, “Kita berharap toilet itu segera dirobohkan
dan dibangun kembali gedung yang layak. Seandainya ada tempat yang lebih utama
berkahnya, tentu Allah SWT takkan menjadikan rumah itu sebagai tempat tinggal
Rasul SAW dan tempat turunnya wahyu selama 13 tahun.”
Tokoh
Wahabi
|
Ulah jahil Wahabi itu
tentu saja mengusik perasaan seluruh kaum muslimin. Situs rumah Baginda Nabi
SAW adalah cagar budaya milik umat Islam di seluruh penjuru dunia. Mereka sama
sekali tidak berhak untuk mengusik tempat terhormat itu. Ulah mereka ini kian mengukuhkan
diri mereka sebagai kelompok primitif yang tak pandai menghargai nilai-nilai
kebudayaan. Sebelum itu mereka telah merobohkan masjid-masjid bersejarah, di
antaranya Masjid Hudaybiyah, tempat Syajarah ar-Ridhwan, Masjid Salman Alfarisi
dan masjid di samping makam pamanda Nabi, Hamzah bin Abdal Muttalib. Pada
tanggal 13 Agustus 2002 lalu, mereka meluluhkan masjid cucu Nabi, Imam Ali
Uraidhi menggunakan dinamit dan membongkar makam beliau.
Selama ini kelompok
Wahabi berdalih bahwa penghancuran tempat-tempat bersejarah itu ditempuh demi
menjaga kemurnian Islam. Mereka sekadar mengantisipasi agar tempat-tempat itu
tidak dijadikan sebagai ajang pengkultusan dan perbuatan-perbuatan yang
mengarah kepada kemusyrikan. Akan tetapi dalih mereka agaknya kurang masuk
akal, sebab nyatanya mereka berupaya mengabadikan sosok Syekh Muhammad bin
Sholeh al-Utsaimin, salah seorang tokoh pentolan mereka. Mereka mendirikan
sebuah bangunan yang besar dan mentereng untuk menyimpan
peninggalan-peninggalan Syekh al-Utsaimin. Bandingkan perlakuan ini dengan
perlakuan mereka kepada Baginda Nabi SAW. Mereka merobohkan rumah Baginda
Nabi SAW dan menjadikan tempat yang berkah itu sebagai WC umum, kemudian
membangun gedung megah untuk Al-Utsaimin. Siapakah sebetulnya yang lebih mulia
bagi mereka? Baginda Rasulullah SAW ataukah Syekh al-Utsaimin?
Bangunan berdesain
mirip buku itu dibubuhi tulisan “Yayasan Syeikh Muhammad bin Sholeh
al-Utsaimin.” Di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan Syekh al-Utsaimin,
seperti kaca mata, arloji dan pena. Benda-benda itu diletakkan pada etalase
kaca dan masing-masing diberi keterangan semisal, “Pena terakhir yang dipakai
Syekh al-Utsaimin.”
Sungguh ironis,
mengingat mereka begitu getol memberangus semua peninggalan Baginda Nabi SAW.
Ulama mereka bahkan mengharamkan pelestarian segala bentuk peninggalan Baginda
Nabi SAW. Beruntung, sebagian benda peninggalan beliau telah dipindahkan ke
Turki.
Haul Wahabi
Wahabi melarang keras
pengkultusan terhadap diri Baginda Nabi SAW, akan tetapi mereka sendiri
melakukan pengkultusan terhadap diri Syekh al-Utsaimin. Mereka membid’ahkan
peringatan haul seorang ulama atau wali, akan tetapi belakangan mereka juga
menghelat semacam haul untuk Syekh al-Utsaimin dengan nama ‘Haflah
Takrim.” Betapa ganjilnya sikap kelompok Wahabi ini.
‘Haul’ al-Utsaimin
mereka adakan pada bulan Januari 2010 lalu di sebuah hotel di Kairo di bawah
naungan Duta Besar Saudi di Kairo, Hisham Muhyiddin. Rangkaian acara haul itu
dibuka dengan pembacaan ayat-ayat Quran, dilanjutkan sambutan-sambutan berisi
pujian terhadap almarhum. Sambutan pertama disampaikan Ketua yayasan ar-Rusyd
sekaligus Presiden Asosiasi Penerbit Saudi, yang memuji peran Syekh Utsaimin
dalam penyebaran agama Islam. Sambutan selanjutnya disampaikan Abdullah, putra
Utsaimin, kemudian Atase Kebudayaan Saudi Muhammad bin Abdul Aziz Al-Aqil. Yang
disebutkan belakangan ini banyak mengulas manakib Syekh al-Utsaimin dengan
menjelaskan tahun lahir dan wafatnya. “Perayaan ini adalah sedikit yang bisa
kami persembahkan untuk mendiang Syekh Utsaimin,” ujarnya.
Acara haul ditutup
dengan saling tukar tanda kehormatan antara Yayasan ar-Rusyd, Yayasan Utsaimin,
Atase Kebudayaan dan Deputi Menteri Kebudayaan dan Informasi. Begitu pentingnya
perayaan untuk Utsaimin ini sampai-sampai seorang pengagumnya menggubah sebuah
syair:
وَاللهِ لَوْ وَضَعَ اْلأَناَمُ مَحَافِلاَ # مَاوَفَتِ الشَّيْخَ
اْلوَقُورَحَقَّهُ
“Demi Allah,
Seandainya segenap manusia membuat banyak perayaan untuk Syeikh Utsaimin, hal
itu tidaklah mampu memenuhi hak beliau.”
Syair itu menunjukkan
pengkultusan orang-orang Wahabi terhadap Syekh Utsaimin. Pengagungan yang
kebablasan juga mereka berikan kepada pendiri aliran Wahabi, Muhammad bin Abdul
Wahab. Seorang Mahasiswa Universitas Riyadh pernah memprotes dosennya, Dr.
Abdul Adhim al-Syanawi, karena memuji Rasulullah SAW. Sang dosen menanyakan apa
penyebab si mahasiswa membenci Nabi SAW? Mahasiswa itu menjawab bahwa yang
memulai perang kebencian adalah Baginda Nabi sendiri (sambil menyitir hadits
seputar fitnah yg muncul dari Najed, tempat kelahiran Muhamad bin Abdul Wahab).
“Kalau begitu, siapa yang kamu cintai?” tanya sang dosen. Lalu si mahasiswa
menjawab bahwa yang dicintainya adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Selanjutnya
sang dosen menanyakan alasan kecintaan mahasiswanya itu. “Karena Syekh Muhammad
Abdul Wahab menghidupkan sunnah dan menghancurkan bid’ah,” Jawab mahasiswa
itu. (kisah ini dicatat Ibrahim Abd al-Wahid al-Sayyid,dalam kitabnya,
Kasf al-Litsam ‘an Fikr al-Li’am hlm.3-4.)
Sungguh benar Baginda
Nabi SAW. yang dalam salah satu hadits beliau mengisyaratkan bahwa akan ada
fitnah (Wahabi) yang bakal muncul dari Najed. Isyarat itu menjadi nyata
semenjak munculnya Muhammad bin Abdul Wahab dari Najed yang dengan bantuan
kolonial Inggris mencabik-cabik syariat Islam.
Syekh Utsaimin adalah
salah satu penerus Muhammad bin Abdul Wahab. Ia juga gencar menyebarkan fitnah
lewat tulisan-tulisannya. Salah satu fitnah itu seperti tertera di dalam
karyanya, al-Manahi al-Lafdziyyah hal 161. Di situ ia menulis:
وَلاَ أَعْلَمُ إِلىَ سَاعَتيِ هَذِهِ اَنَّهُ جَاءَ أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَفْضَلُ اْلخَلْقِ مُطْلَقاً فيِ كُلِّ شَئٍْ
“Dan saya tidak
mengetahui sampai detik ini bahwa Muhammad adalah makhluk Allah yang lebih
utama dari segala makhluk apa pun secara mutlak.” Agaknya kalimat inilah yang
membuat penganut Wahabi lebih mengagungkan Utsaimin dari pada Baginda
Rasulullah SAW….! Ibnu KhariQ
Sumber :
Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011/Sya’ban 1432 H
Sumber :
Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011/Sya’ban 1432 H
SEJARAH PESANTREN TERTUA
Pondok Pesantren Tertua di Indonesia
PESANTREN BERDIRI PADA
TAHUN 1700-an
1. Ponpes Sidogiri
Pasuruan Jawa Timur (berdiri tahun 1718)
Sidogiri dibabat oleh seorang Sayyid
dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Beliau adalah keturunan
Rasulullah r dari marga Basyaiban.
Ayahnya, Sayyid Abdurrahman, adalah
seorang perantau dari negeri wali, Tarim Hadramaut Yaman. Sedangkan ibunya,
Syarifah Khodijah, adalah putri Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati. Dengan
demikian, dari garis ibu, Sayyid Sulaiman merupakan cucu Sunan Gunung Jati.
Terdapat dua versi tentang tahun
berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri yaitu 1718 atau 1745. Dalam suatu catatan
yang ditulis Panca Warga tahun 1963 disebutkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri
didirikan tahun 1718. Catatan itu ditandatangani oleh Almaghfurlahum KH
Noerhasan Nawawie, KH Cholil Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie pada 29 Oktober
1963.
Anggota Majelis Keluarga saat ini
adalah: KH A Nawawi Abd Djalil, Nawawy Sadoellah, KH Fuad Noerhasan, KH
Abdullah Syaukat Siradj, KH Abd Karim Thoyib, H Bahruddin Thoyyib.
web: http://sidogiri.net/
2. Ponpes Jamsaren
Jawa Tengah(berdiri tahun 1750)
Pondok pesantren Jamsaren berlokasi
di Jalan Veteran 263 Serengan Solo. Ponpes ini pertama berdiri sekitar tahun
1750. Dalam sejarahnya, pondok ini melewati dua periode, setelah mengalami
kevakuman hampir 50 tahun, antara 1830 – 1878. Semula, pondok pesantren yang
didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV ini hanya berupa surau kecil.
Kala itu, PB IV mendatangkan para ulama, di antaranya Kiai Jamsari (Banyumas).
Nama Jamsaren itu juga diambil dari nama kediaman Kiai Jamsari yang kemudian
diabadikan hingga sekarang.
Vakumnya pondok pada 1830 disebabkan
terjadinya operasi tentara Belanda. Operasi itu dimulai lantaran Belanda kalah
perang dengan Pangeran Diponegoro pada 1825 di Yogyakarta. Karena kalah,
Belanda melancarkan serangkaian tipu muslihat dan selanjutnya berhasil menjebak
Pangeran Diponegoro. Karena itu pada 1830, para kiai dan pembantu Pangeran
Diponegoro di Surakarta dan PB VI bersembunyi dan keluar dari Surakarta ke
daerah lain, termasuk Kiai Jamsari II (putra Kiai Jamsari) dan santrinya.
Setelah sekitar 50 tahun kosong,
seorang kiai alim dari Klaten yang merupakan keturunan pembantu Pangeran
Diponegoro, Kiai H Idris membangun kembali surau tersebut.
Kini sistem pendidikan salafiyah dan
madrasah diniyah (madin) namun para santri boleh belajar sekolah formal SLTP
SLTA di bawah Yayasan Perguruan Al Islam Surakarta.
3. Pondok PPMH
Gading Malang Jatim (berdiri tahun 1768)
Pondok Pesantren Miftahul Huda
(PPMH) Malang didirikan oleh KH. Hasan Munadi pada tahun 1768. PPMH juga
dikenal dengan nama Pondok Gading karena tempatnya berada di kelurahan Gading
Kasri, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Bahkan nama yang terakhir lebih masyhur
dikalangan masyarakat.
KH. Hasan Munadi wafat pada usia 125
tahun. Beliau mengasuh pondok pesantren ini selama hampir 90 tahun.
Kini pesantren ini diasuh oleh KH.
Abdurrohim Amrullah Yahya (1971 – sekarang), KH. Abdurrahman Yahya, KH. Ahmad
Arief Yahya, KH. Muhammad Baidlowi Muslich, Ust. Drs. HM. Shohibul Kahfi,
M.Pd., dan Ibu Nyai Dewi Aisyah (Pesantren Putri)
Sistem pendidikan adalah Madrasah
Diniyah Salafiyah Matholiul Huda (MMH) terdiri atas. Adapun tingkatannya adalah
sebagai berikut :
I. Tingkat Ula (Pendidikan Tingkat
Dasar)
Terdiri dari empat tingkat (kelas)
dengan menitikberatkan pada pelajaran dasar- dasar keislaman, antara lain:
Membaca al-Qur’an, Fasholatan. Imla’/ menulis arab, Tajwid(Tuhfatul Athfal),
fiqih (Safinatun Najah jawa), Sejarah (Khulashoh Nurul Yaqin). Tajwid
(Jazariyah), Fiqih (Safinatun Najah), Tauhid (Aqidatul Awam), Sharaf
(al-Amtsilatu at-Tashrifiyyah), Praktek membaca Al-Qur’an (Juz A’mma). Fiqih
(Sullamutaufiq), Tauhid (Bad’ul Amali), Sharaf (al- Amtsilatu at-Tashrifiyyah),
Nahwu (Jurumiyah).
II. Tingkat Wustho (Pendidikan
Tingkat Menengah)
Tingkat ini merupakan lanjutan dari
tingkat Ula yang terdiri dari tiga tingkat (kelas) dengan menitikberatkan pada
pendalaman Ilmu Alat. Pelajaran yang dikaji meliputi :
1. Nahwu (Imrithi I), Sharaf
(Kailani), Fiqih (Fathul Qorib I), Tafsir (al-Jalalain), Hadits (Bulughul Maram
I), Bahasa Arab (Al Arabiyah I)
2. Nahwu (Imrithi II), I’rob (Qowaidul I’rob), Fiqih (Fathul Qorib II), Tafsir (al-Jalalain II), Hadits (Bulughul Maram II), Bahasa Arab (Al Arabiyah II)
3. Nahwu (Fathu Robbil Bariyyah), Balaghoh (Qowaidul Lughoh Al Arabiyyah), Fiqih (Syawir Fathul Qorib), Tafsir (al-Jalalain III), Hadits (Bulughul Maram III), Faraidh (Syarah Nadhom Ar Rohbiyyah).
2. Nahwu (Imrithi II), I’rob (Qowaidul I’rob), Fiqih (Fathul Qorib II), Tafsir (al-Jalalain II), Hadits (Bulughul Maram II), Bahasa Arab (Al Arabiyah II)
3. Nahwu (Fathu Robbil Bariyyah), Balaghoh (Qowaidul Lughoh Al Arabiyyah), Fiqih (Syawir Fathul Qorib), Tafsir (al-Jalalain III), Hadits (Bulughul Maram III), Faraidh (Syarah Nadhom Ar Rohbiyyah).
III. Tingkat Ulya (Pendidikan Tingkat
Atas)
Jenjang ini ditempuh selama tiga
tahun dengan menitikberatkan pada pendalaman ilmu fiqih (syawir) dan Ilmu
Hisab. Pelajaran yang dikaji meliputi :
1. Fiqih (Fathul Muin I), Ushul
Fiqih (Al-Mabadiul Awwaliyah), Nahwu (Alfiyyah Ibnu Aqil), Tauhid (Ummul
Barahin)
2. Fiqih (Fathul Muin II), Ushul Fiqih (Faraidhul Bahiyyah), Nahwu (Alfiyyah Ibnu Aqil), Ilmu Hadits (Manhaj Dzawin Nadhor), Tauhid (Ummul Barahin)
3. Fiqih (Fathul Muin III), Nahwu (Alfiyyah Ibnu Aqil), Ilmu Hisab (Sullamun Nayyiroin), Arudh (Mukhtar As-syafi), Balaghoh (Jauharul Maknun)
2. Fiqih (Fathul Muin II), Ushul Fiqih (Faraidhul Bahiyyah), Nahwu (Alfiyyah Ibnu Aqil), Ilmu Hadits (Manhaj Dzawin Nadhor), Tauhid (Ummul Barahin)
3. Fiqih (Fathul Muin III), Nahwu (Alfiyyah Ibnu Aqil), Ilmu Hisab (Sullamun Nayyiroin), Arudh (Mukhtar As-syafi), Balaghoh (Jauharul Maknun)
4. Pondok
Pesantren Buntet Cirebon Jawa Barat (berdiri tahun 1785)
Buntet Pesantren berdiri sejak abad
ke 18 tepatnya tahun 1785. Menurut catatan sejarah seperti yang tertulis dalam
buku Sejarah Pondok Buntet Pesantren karya H. Amak Abkari, bahwa tokoh Ulama
yang pertama kali mendirikan Pesantren ini adalah seorang Mufti Besar
Kesultanan Cirebon bernama Kyai Haji Muqoyyim (Mbah Muqoyyim).
Tempat yang pertama kali dijadikan
sebagai pondok pesantren Buntet, letaknya di Desa Bulak kurang lebih 1/2 km
dari perkampungan Pesantren yang sekarang. Sebagai buktinya di Desa Bulak
tersebut terdapat peninggalan Mbah Muqoyyim berupa makan santri yang sampai
sekarang masih utuh.
Lebih jelasnya periodisasi
kepemimpinan Kyai Sepuh ini berturut-turut hingga sekarang dipimpin oleh Kyai
yang dikenal Khos yaitu KH. Abdullah Abbas (kini Almarhum), dan digantikan oleh
KH. Nahduddin Abbas.
web: http://buntetpesantren.org/
5. PP Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan Madura (berdiri tahun 1787)
Pondok Pesantren Banyuanyar bermula
dari sebuah langgar (musholla) kecil yang didirikan oleh Kyai Itsbat bin Ishaq
sekitar tahun + 1787 M/1204 H. Beliau adalah salah seorang ulama kharismatik
yang terkenal dengan kezuhudan, ketawadhuan dan kearifannya yang kemudian
melahirkan tokoh-tokoh masyarakat dan pengasuh pondok pesantren di Pulau Madura
dan Pulau Jawa.
Nama Banyuanyar diambil dari bahasa
Jawa yang berarti air baru. Hal itu didasari penemuan sumber mata air (sumur)
yang cukup besar oleh Kyai Itsbat. Sumber mata air itu tidak pernah surut
sedikitpun, bahkan sampai sekarang air tersebut masih dapat difungsikan sebagai
air minum santri dan keluarga besar Pondok Pesantren Banyuanyar.
Sedangkan nama “Darul Ulum” adalah
nama yang digunakan secara formal sejak tahun 1980-an sebagai nama lembaga,
baik pendidikan formal maupun non formal. “Darul Ulum” juga menjadi nama
institusi-institusi yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Banyuanyar.
Nama-Nama Pengasuh Pondok Pesantren
Banyuanyar
1. K. Itsbat Bin Ishaq Bin Hasan Bin
Abdurrahman (Kyai Abdurrahman adalah menantu Sunan Giri Gresik), periode tahun
1788 s/d 1868.
2. RKH. Abdul Hamid Bin Itsbat, periode tahun 1868 s/d 1933.
3. RKH. Abdul Majid bin Abdul Hamid (wafat 1958 M), periode tahun 1933 s/d 1943.
4. RKH. Baidhawi bin Abdul Hamid (wafat 1966 M), periode tahun 1943 s/d 1966.
5. RKH. Abdul Hamid Bakir bin Abdul Majid (wafat 1980 M), periode tahun 1966 s/d 1980.
6. RKH. Muhammad Syamsul Arifin bin KH. Abdul Lathif, periode tahun 1980-sekarang.
2. RKH. Abdul Hamid Bin Itsbat, periode tahun 1868 s/d 1933.
3. RKH. Abdul Majid bin Abdul Hamid (wafat 1958 M), periode tahun 1933 s/d 1943.
4. RKH. Baidhawi bin Abdul Hamid (wafat 1966 M), periode tahun 1943 s/d 1966.
5. RKH. Abdul Hamid Bakir bin Abdul Majid (wafat 1980 M), periode tahun 1966 s/d 1980.
6. RKH. Muhammad Syamsul Arifin bin KH. Abdul Lathif, periode tahun 1980-sekarang.
PESANTREN BERDIRI PADA TAHUN 1800-an
1. Ponpes Tremas
Paciatan Jawa Timur (berdiri tahun 1830)
Sejarah berdirinya Pondok Tremas
yang dipelopori oleh beliau KH. Abdul Manan pada tahun 1830 M. Bagus Darso
(nama kecil KH. Abdul Manan) menyelesaikan pelajarannya di Pondok Tegalsari
Ponorogo, beliau lantas mendirikan pondok di daerah Semanten [2km arah utara
kota Pacitan], Namun dikemudian hari pondok tersebut akhirnya dipindah ke
Tremas.
Pondok pesantren Tremas mengadopsi
sistem pendidikan salafiyah. Beberapa ciri khas dari pesantren salaf adalah,
pertama, adanya penekanan pada penguasaan kitab klasik atau kitab kuning (kutub
atturats).
Kedua, masih diberlakukannya sistem
pengajian sorogan, wetonan, bandongan dalam proses kegiatan belajar mengajar
(KBM) santri.
Ketiga, saat ini walaupun pesantren
salaf memperkenalkan sistem jenjang kelas–disebut juga dengan sistem
klasikal–namun materi pelajaran tetap berfokus pada kitab-kitab kuning alias
kitab klasik.
Keempat, secara umum hubungan
emosional kyai-santri di pesantren salaf jauh lebih dekat dibanding pesantren
modern. Hal ini karena kyai menjadi figur sentral: sebagai edukator karakter,
pembimbing rohani dan pengajar ilmu agama.
Kelima, materi pelajaran umum
seperti matematika atau ilmu sosial tidak atau sangat sedikit diajarkan di
pondok salaf.
Kini pesantren ini dipimpin oleh KH.
Fu’ad Habib Dimyathi.. web: http://pondoktremas.com/new/
2. Ponpes Langitan
Tuban Jawa Timur (berdiri tahun 1852)
Berdirinya lembaga ini jauh sebelum
Indonesia merdeka yaitu tepatnya pada tahun 1852, di Dusun Mandungan, Desa
Widang, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Komplek Pondok Pesantren
Langitan terletak di samping bengawan Solo dan berada di atas areal tanah
seluas kurang lebih 7 hektar.
Lembaga pendidikan ini dahulunya
adalah hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, KH.
Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat
untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni (penjajah) dari tanah Jawa.
KH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun (1852-1870 M).
Kini (th 2012) kepengasuhan diampu
oleh KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdulloh Faqih.
Website: http://langitan.net/
3. Ponpes
Syaikhona Kholil Bangkalan (berdiri tahun 1861)
4. Pondok Pesantren Sukamiskin Bandung Jabar (berdiri tahun 1881)
5. Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jatim (berdiri tahun 1899)
4. Pondok Pesantren Sukamiskin Bandung Jabar (berdiri tahun 1881)
5. Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jatim (berdiri tahun 1899)
PESANTREN BERDIRI PADA TAHUN 1900-an
1. Ponpes
Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta (berdiri tahun 1911)
2. Ponpes Musthafawiyah Purba Baru Sumut (berdiri tahun 1912)
3. Pondok Modern Gontor Ponorogo Jatim (berdiri tahun 1926)
4. PP Bata-bata Pamekasan Madura Jawa Timur (berdiri tahun 1943)
5. PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo Jawa Timur (berdiri tahun 1950)
6. PP Al-Khoirot Malang Jawa Timur (berdiri tahun 1963)
2. Ponpes Musthafawiyah Purba Baru Sumut (berdiri tahun 1912)
3. Pondok Modern Gontor Ponorogo Jatim (berdiri tahun 1926)
4. PP Bata-bata Pamekasan Madura Jawa Timur (berdiri tahun 1943)
5. PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo Jawa Timur (berdiri tahun 1950)
6. PP Al-Khoirot Malang Jawa Timur (berdiri tahun 1963)
Subscribe to:
Posts (Atom)