Silahkan Komentari Artikel Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
Tentang Tabarruk
Tentang Tabarruk Imam Syafi’i dengan
Imam Abu Hanifah ini adalah penggalan kisah yang sangat masyhur di kalangan
kaum muslimin sejak dahulu.
Tetapi oleh Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi seorang aktifis Wahabisme dari jawa
Timur itu dikatakan sebagai kisah bathil. Alasannya, menurut Abu Ubaidah Sidawi
dalam kisah tersebut ada Umar bin Ishaq yang tidak dikenal dan tidak
disebutkan dalam kitab-kitab perowi hadits “Silsilah Ahadits Adh-Dho’ifah”
karya Al Albani. Rupanya Abu Ubaidah Yusuf Sidawi tidak bisa
membedakan mana hadits dan bukan hadits. Dan kisah tabarruk Imam Syafi’i
itu jelas-jelas bukan hadits, lalu kenapa dicarikan perowinya di Silsilah
Ahadaits Adh dhoifah?
Padahal kisah tersebut ditulis oleh
seorang yang kredibel di bidangnya, yaitu Al-Khatib Al-Baghdadi. Itulah intinya, apakah Abu Ubaidah Yusuf Sidawi
hendak mengatakan Al Khatib Al Bghdadi seorang pendusta sebagai penulis Tarikh
Baghdad? Na’udzubillah mindzaalik. Karena itulah untuk menganalisa
apakah tulisan Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi berbobot Ilmiyyah atau sekedar HOAX
murahan, mari kita simak artikelnya lebih lengkap dan silahkan kasih
komentar untuk tulisan tersebut. Ada banyak hal terdapat dalam tulisan
tersebut yang bisa dikomentari untuk membongkar kedustaan Abu Ubaidah Yusuf
As-Sidawi.
Berikut ini tulisan ber warna merah
adalah artikelnya, setelah membacanya monggo dikritisi ….
MUQODDIMAH
Sengketa lahan di area pemakaman
Mbah Priok alias Habib Hasan bin Muhammad al Haddad, Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/4), berubah menjadi pertikaian berdarah. Lebih
dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) dan Polisi mengalami luka-luka.
Mbah Priok dikenal sebagai penyebar
ajaran agama Islam di tanah Batavia, pada abad ke-18. Sosoknya begitu
dihormati, sehingga kerap kali umat Islam berziarah ke makamnya. Rasa hormat
warga terhadap sosok karismatik Mbah Priok laksana bensin dan percikan api yang
mudah terbakar apabila tokoh yang mereka hormati direndahkan.
Demikian sekilas berita yang hangat
baru-baru ini terjadi. Kita semua menyayangkan aksi itu terjadi. Tragedi itu
harus diambil pelajaran agar jangan sampai terulang kembali dalam sejarah
Indonesia. Caranya adalah dengan melakukan pencerahan dan pemahaman kepada
masyarakat dan para tokoh.
Dari tragedi tersebut terdapat
pelajaran yang sangat penting sekali, yakni bahwasannya sedemikian kuatnya
sikap berlebih-lebihan mayoritas kaum muslimin kepada kuburan yang
dikeramatkan, sehingga mereka rela mengorbankan jiwa guna mempertahankannya. Bagaimanakah
sebenarnya hukum ‘ngalap’ berkah dengan kuburan?! Inilah yang akan kita
bahas dalam kajian kita melalui sebuah kisah tak nyata tentang Imam
Syafi’i rahimahullah.
TEKS KISAH
Konon, diceritakan bahwa Imam
Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan: “Saya ngalap berkah
dengan Abu Hanifah rahimahullah. Aku mendatangi kuburannya setiap
hari. Apabila aku ada hajat, maka aku pergi ke kuburannya, sholat dua
roka’at dan berdo’a di sisi kuburan Abu Hanifah rahimahullah,
kemudian tak lama dari itu Alloh ‘azza wajalla mengabulkan
do’aku”.
TAKHRIJ DAN DERAJAT KISAH
BATIL. Kisah ini dicantumkan oleh al-Khothib al-Baghdadi dalam
Tarikh Baghdad 1/123 dari jalur Umar bin Ishaq bin Ibrohim dari Ali bin Maimun
dari asy-Syafi’i. Riwayat ini adalahlemah, bahkan batil, karena Umar bin
Ishaq tidak dikenal dan tidak disebutkan dalam kitab-kitab perowi hadits.[1]
Kisah ini adalah kedustaan yang amat
nyata. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahberkata: “Ini
adalah kedustaan yang sangat nyata bagi orang yang memiliki ilmu hadits… Orang
yang menukil kisah ini hanyalah orang yang sedikit ilmu dan agamanya.”[2] Ibnu Qoyyim rahimahullah juga
berkata: “Kisah ini termasuk kedustaan yang sangat nyata.”[3]Dalam kitab Tab’id Syaithon dijelaskan:
“Adapun cerita yang dinukil dari Imam Syafi’irahimahullah bahwa
beliau biasa pergi ke kuburan Abu Hanifah rahimahullah, maka itu
adalah kisah dusta yang amat nyata.”[4] Maka janganlah engkau dengarkan
apa yang dikatakan oleh al-Kautsari bahwa sanad kisah ini adalah shohih[5], karena ini adalah termasuk
kesalahannya.
Bukti-Bukti Kebatilan Kisah
Beberapa bukti yang menguatkan
kedustaan kisah ini adalah sebagai berikut.
- Tatkala imam Syafi’i rahimahullah datang ke Baghdad, di sana tidak ada kuburan yang biasa didatangi untuk berdo’a.
- Imam Syafi’i rahimahullah telah melihat di Hijaz, Yaman, Syam, Iraq, Mesir, kuburan-kuburan para Nabi, sahabat dan tabi’in dimana mereka lebih utama daripada Abu Hanifah rahimahullah. Lantas, mengapa beliau hanya pergi ke kuburan Abu Hanifahrahimahullah saja?
- Dalam kitabnya al-Umm 1/278, Imam Syafi’i rahimahullah telah menegaskan bahwa beliau membenci pengagungan kubur karena khawatir fitnah dan kesesatan. Maksud beliau dengan pengagungan yaitu sholat dan berdo’a di sisinya. Apakah mungkin beliau menyelisihi ucapannya sendiri?![6]
- Hal yang menguatkan batilnya kisah ini adalah pengingkaran Imam Abu Hanifahrahimahullah terhadap meminta-minta kepada selain Alloh subhanahu wa ta’aala. Dalam kitab ad-Durr al-Mukhtar dan kitab-kitab Hanafiyyah sering dinukil ucapan Imam Abu Hanifah rahimahullah: “Saya membenci seorang meminta kecuali hanya kepada Alloh ‘azza wajalla”. “Tidak boleh bagi seorang pun meminta kepada selain Alloh ‘azza wajalla akan tetapi justru kepada-Nya saja.” Dan tidak ragu lagi bahwa dalam masalah tawassul pendapat Imam Syafi’i rahimahullah adalah sama dengan pendapat Abu Hanifah rahimahullah. Lantas, bagaimana mungkin beliau bertawassul kepadanya padahal ia tahu bahwa Abu Hanifah rahimahullah membenci dan mengharamkannya? Sama sekali tidak masuk akal. Bahkan hal itu akan membuat murka Imam Abu Hanifahrahimahullah. Semua itu adalah mustahil, kedua Imam ini berlepas diri dari kisah dusta tersebut. Namun, apa yang kita katakan kepada para pendusta?! Hanya kepada Alloh ‘azza wajalla kita mengadu. Ya Alloh, kami berlepas diri dari apa yang mereka perbuat.”[7]
Memahami Masalah Tabarruk
Kisah ini dijadikan dalil oleh
sebagian kalangan untuk melegalkan ngalap berkah yang tidak disyari’atkan[8] seperti ngalap berkah
kepada kuburan-kuburan orang sholih. Oleh karenanya, masalah tabarruk akan kami
singgung secara singkat.
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa
sesungguhnya tabarruk atau yang biasa disebut dengan ngalap berkah ada dua
macam:
1.Tabarruk masyru’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang disyari’atkan. Seperti
al-Qur’an, air zam-zam, bulan Romadhon dan sebagainya. Akan tetapi tidak boleh
ber tabarruk dengan hal-hal tersebut kecuali sesuai syari’at dan dengan niat
bahwa hal itu hanyalah sebab, sedangkan yang memberikan barokah adalah
Alloh subhanahu wa ta’aala. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam:
الْبَرَكَةُ
مِنَ اللهِ
“Barokah itu (bersumber) dari
Alloh subhanahu wa ta’aala.”[9]
2.Tabarruk Mamnu’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang tidak disyari’atkan.
Hukumnya tidak boleh, seperti tabarruk dengan pohon, batu
ajaib (!), kuburan, dzat kyai dan lain sebagainya.[10]
Yakinlah bahwa tidak ada yang bisa
mendatangkan manfaat dan menolak madhorot kecuali hanya Alloh ‘azza
wajalla semata. Semua itu adalah khurofat jahiliyyah yang
diberantas oleh agama Islam. Oleh karena itu, simaklah ucapan Amirul mukminin
Umar bin Khoththobradhiyallahu ‘anhu tatkala berkata ketika mencium
hajar aswad:
إِنِّى
أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ
النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يُقَبِّلُكَ
مَا قَبَّلْتُكَ
“Saya tahu bahwa engkau adalah batu
yang tidak bisa memberikan bahaya atau manfaat. Seandainya saya tidak melihat
Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam menciummu maka saya
tidak menciummu.”[11]
Imam Ibnul Mulaqqin rahimahullah berkata
tentang atsar di atas: “Ucapan ini merupakan pokok dan landasan yang sangat
agung dalam masalah ittiba’ (mengikuti) kepada Nabishalallahu
‘alayhi wa sallam sekalipun tidak mengetahui alasannya, serta
meninggalkan ajaran jahiliyyah berupa pengagungan terhadap patung dan batu.
Karena memang tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya
kecuali Alloh ‘azza wajalla semata. Sedangkan batu tidak bisa
memberikan manfaat, lain halnya dengan keyakinan kaum jahiliyyah terhadap
patung-patung mereka.
Maka Umar radhiyallahu ‘anhu ingin
memberantas anggapan keliru tersebut yang masih melekat dalam benak manusia.”[12] Jenis tabarruk ini telah
diingkari secara keras oleh para ulama Syafi’iyyah. Menarik sekali dalam
masalah ini apa yang telah dikisahkan bahwa tatkala ada berita kepada Imam
Syafi’i rahimahullah, bahwa sebagian orang ada yang bertabarruk
dengan peci Imam Malik rahimahullah, maka serta merta beliau
mengingkari perbuatan itu.[13]
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
وَمَنْ
خَطَرَ بِبَالِهِ أَنَّ الْمَسْحَ بِالْيَدِ وَنَحْوِهِ أَبْلَغُ فِي الْبَرَكَةِ فَهُوَ
مِنْ جَهَالَتِهِ وَغَفْلَتِهِ لِأَنَّ الْبَرَكَةَ إِنَّمَا هِيَ فِيْمَا وَافَقَ
الشَّرْعَ وَكَيْفَ يَنْبَغِي الْفَضْلَ فِيْ مُخَالَفَةِ الصَّوَابِ؟
“Barangsiapa yang terbersit dalam
hatinya, bahwa mengusap-usap dengan tangan dan semisalnya lebih mendatangkan
barokah, maka hal itu menunjukkan kejahilannya dan kelalaiannya. Karena barokah
itu hanyalah yang sesuai dengan syari’at. Bagaimanakah mencari keutamaan dengan
menyelisihi kebenaran?!.”[14]
Al-Ghozali juga berkata:
فَإِنَّ
الْمَسَّ وَالتَّقْبِيْلَ لِلْمَشَاهِدِ عَادَةُ الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى
“Sesungguhnya mengusap-usap dan
menciumi kuburan merupakan adapt istiadat kaum Yahudi dan Nasrani.”[15]
Demikianlah ketegasan para ulama
Syafi’iyyah.[16] Bandingkanlah hal ini dengan
fakta yang ada pada kaum muslimin sekarang!! Berikut ini dua kisah nyata
tentang fakta di lapangan sekarang, kemudian saya serahkan komentar dan hukumnya
kepada para pembaca sekalian.
Pertama: Kisah yang dibawakan oleh akhuna (saudara
kami), al-Ustadz Abdulloh Zaen: “Ketika penulis diberi kesempatan ke kota
Martapura, sebagian kaum muslimin di sana dengan penuh keprihatinan bercerita:
“Kira-kira 1 bulan setelah guru Ijay[17] dimakamkan, nisan di atas
kuburannya hampir ambruk. Pasalnya setiap hari puluhan atau ratusan orang
berziarah berebut menciumi dan mengusap-usap nisan tersebut!!” Hanya kepada
Alloh ‘azza wajalla kita mengadu kejahilan sebagian kaum
muslimin tersebut.[18]
Kedua: Kisah yang dibawakan oleh al-Ustadz Muhammad Arifin
Badri: “Saya pernah mendengar penuturan salah seorang kawan saya sendiri (dan
kisah ini adalah kisah yang ia alami secara langsung). Kawan saya berasal dari
salah satu pondok pesantren di Kota Jombang Jawa Timur. Pada suatu hari ia
diajak oleh bibinya berkunjung ke daerah Nganjuk –Jawa Timur untuk mengunjungi
seorang wali. Setibanya di rumah wali itu, dia dipersilahkan masuk ke ruang
tamu laki-laki, sedangkan bibinya dipersilahkan masuk ke ruang tamu wanita.
Sepulang dari rumah wali itu, bibinya berkata: “Wah, tadi di ruang wanita, saya
menyaksikan beberapa wali, di antaranya ada wali laki-laki yang keluar menemui
kita dengan telanjang bulat dan tidak sehelai benang pun menempel di badannya.
Setelah berada di tengah-tengah ruangan, wali telanjang itu disodori sebatang
rokok oleh sebagian pelayannya. Ia pun mulai mengisap rokok, dan baru beberapa
isapan rokoknya dicampakkan ke lantai. Melihat puntung rokok tergeletak di
lantai itu, ibu-ibu yang sedang berada di ruang tamu berebut memungutnya.
Setelah seorang ibu berhasil mendapatkannya ia langsung memerintahkan anaknya
yang masih kecil untuk ganti mengisap puntung rokok tersebut. Alasannya “agar
mendapatkan keberkahan sang wali dan menjadi anak pandai.”[19]
Demikianlah pembahasan singkat
tentang masalah ini. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Amiin.[20]
No comments:
Post a Comment